Teknopedia – Penelitian terhadap jasad manusia purba yang dikenal sebagai Ötzi the Iceman terus berlanjut hingga hari ini, meski sudah 26 tahun berlalu sejak penemuannya. Pada tanggal yang sama, 26 tahun lalu, jasad ini ditemukan oleh sepasang pendaki di Pegunungan Alpen Ötzal, tepatnya di gletser Similaun yang terletak di perbatasan antara Italia dan Austria.
Ötzi diperkirakan telah meninggal dunia sekitar 5.300 tahun silam, menjadikannya salah satu mumi alami tertua yang pernah ditemukan. Saat ditemukan, ia tak sendiri — sejumlah artefak turut ditemukan di sekitarnya, yang semula diduga berkaitan langsung dengan penyebab kematiannya.
Dalam laporan yang dikutip dari Today in Science, hasil pemeriksaan isi perut Ötzi memberikan petunjuk baru mengenai aktivitas terakhirnya. “Pemeriksaan isi perutnya menunjukkan bahwa pria itu memakan makanan terakhirnya, tidak lama sebelum berangkat mendaki, dan dia tidak kembali pulang,” tulis laporan tersebut.
Analisis lanjutan mengungkap bahwa makanan terakhir Ötzi terdiri dari roti tak beragi yang terbuat dari gandum kuno einkorn, beberapa biji nangka, tanaman herbal, serta daging. Ini menunjukkan bahwa ia masih cukup bugar untuk makan sebelum melakukan perjalanan yang berakhir tragis.
Pada awalnya, ilmuwan menduga luka akibat panah yang menembus bahu kirinya adalah penyebab utama kematian Ötzi. Luka ini diperkirakan menyebabkan pendarahan hebat yang fatal. Namun, seiring berjalannya waktu, teori tersebut berkembang berkat kemajuan teknologi medis dan forensik.
Beberapa masalah kesehatan lain yang diderita Ötzi turut menjadi perhatian para peneliti. Ia diketahui mengalami patah tulang tumit, menderita arthritis atau peradangan sendi kronis, serta terinfeksi penyakit Lyme yang dibawa oleh kutu. Kondisi tersebut memperlihatkan betapa beratnya kehidupan di era prasejarah, bahkan untuk seseorang yang mungkin memiliki status penting dalam komunitasnya.
Penelitian terbaru menambahkan satu kemungkinan baru: infeksi bakteri Helicobacter pylori yang menyebabkan sakit maag dan gastritis. Peneliti percaya bahwa infeksi ini bisa saja menyebabkan sakit perut kronis yang melemahkan kondisi tubuhnya menjelang ajal. Dengan usia yang diperkirakan antara 40 hingga 50 tahun saat meninggal, Ötzi tergolong cukup tua untuk ukuran zaman Chalcolithic atau Zaman Tembaga.
Ötzi sendiri merupakan pria dengan tinggi sekitar lima kaki — bukan lima meter seperti salah persepsi yang sempat beredar — dan hidup antara tahun 3.350 hingga 3.100 Sebelum Masehi. Jasadnya yang terawetkan secara alami oleh es kini menjadi sumber data penting bagi para ilmuwan dari berbagai disiplin, mulai dari arkeologi, paleopatologi, hingga genetika.
“Setiap kali kami kembali pada jasad ini dengan pendekatan teknologi yang lebih baru, kami selalu menemukan hal baru,” ujar seorang pakar antropologi forensik yang terlibat dalam studi ini. Penemuan Ötzi tak hanya menyimpan kisah kematian, namun juga membuka jendela menuju kehidupan manusia ribuan tahun silam.